Kamis, 18 Februari 2016

Sebuah arti kekuatan sebuah cinta

KEKUATAN CINTA

Kekuatan cinta memang luar biasa. Orang yang jatuh cinta akan rela mengorbankan apa saja demi yang ia cintai. Cinta menjadikan segalanya indah, meski harus dilalui dengan penderitaan.

Kekuatan cinta itulah yang menjadikan Bilal bin Robah lebih memilih dijemur di padang pasir yang panas daripada harus kembali kafir, meski sebongkah batu besar menindih hingga nyaris meremukan tulang dadanya.

Dengan tenang ia menyebut nama kekasihnya, “Ahad, Ahad, Ahad.” Begitu pula dengan Abdurrahman bin Auf, saudagar kaya sahabat Rosulullah SAW. Ia rela menghabiskan hartanya untuk kepentingan jihad fisabilillah. Semuanya atas dasar cinta.

Sahabat lainnya juga merasakan betapa dahsyatnya  kekuatan cinta itu. Mereka rela berhijrah dengan berjalan kaki bermil-mil jauhnya, melintasi padang pasir yang kering dan panas demi menyelamatkan aqidah.

Karena cintanya kepada Allah SWT, dengan gagah berani mereka bergegas pergi kemedan perang.

Tanpa rasa takut, hart, darah, dan nyawa, mereka pertaruhkan dengan tebasan pedang dan tombak demi membuktikan cintanya yang tulus. Cinta yang melahirkan pengorbanan dan prioritas.

            Jika benar kita mencintai Allah SWT, niscaya kita rela mengorbankan segalanya dengan pengorbanan yang terbaik. Jika benar mencintai Allah SWT, niscaya kita mengambil dunia hanya sekedarnya saja.

            Dunia bukan tujuan. Mencari harta bukan untuk bermegah-megahan, tetapi sebagai sarana ibadah. Jika benar kita mencintai Allah SWT, niscaya kita akan bergegas kemasjid ketika dikumandangkan adzan, karena hakikat adzan adalah panggilan Sang kekasih. Jika benar kita mencintai Allah SWT, niscaya kita melakukan amalan-amalan sunnah, karena amalan itu dapat mengundang cintanya Allah SWT, tentu setiap  sepertiga malam kita bangun mengerjakan shalat tahajud, meski lelah, ngantuk, dan dinin yang mendera. Saat itulah Allah SWT datang menjenguk dan mengabulkan segala permintaan kita.

            Ibadah tanpa didasari cinta akan terasa berat dan sia-sia. Ibadah tanpa cinta  adalah cirri sifat munafik.

Dengan cinta kita dapat memahami tempat yang dituju setelah mati, surgakah atau nerakakah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar